Halaman

Rabu, Juli 13, 2011

Gabriel, Kau Merepotkan saja !

Gabriel, Kau Merepotkan saja !

Mengapa temperature beku dan didih air pada skala Faraenheit memiliki angka aneh : 32 dan 121 derajat?

Untuk kejadian sehari-hari macam membeku dan mendidihnya air, kedua angka tersebut memang aneh, bahkan bagi mereka yang biasa menggunakannya. Angka – angka tersebut terlanjur demikian karena seorang pembuat botol dan fisikawan amatir Jerman bernama Gabriel Fahrenheit (1686 – 1736) membuat beberapa keputusan buruk.

Peralatan untuk mengukur temperature sudah ada sejak sekitar 1592, walaupun belum seorang pun tahu definisi temperature, dan tidak seorangpun mencoba memasang angka-angka pada alat ukur itu.

Maka pada tahun 1714 Fahrenheit membuat tabung kaca berisi benang air raksa yang sangat tipis. Ia memilih benda cair itu karena cantik, mengkilap, dan mudah dilihat sewaktu naik atau turun akibat pemuaian dan penyusutan karena mengalami pemanasan dan pendinginan. Akan tetapi thermometer Fahrenheit, seperti alat sejenis terdahulu, mirip jam tanpa angka. Terpikir olehnya untuk memasang angka-angka pada alatnya, meksudnya supaya orang lebih mudah membuat perbandingan.

Maka Fahrenheit mulai merancang seperangkat angka untuk dituliskan ditabung kacanya. Namun susunannya harus sedemikian sehingga air raksa akan naik ke angka yang sama pada semua thermometer ketika berada pada temperature yang sama. Dan disinilah Gabriel mulai berulah. Para sejarahhwan mungkin masih berdebat soal jalan pikiran sesungguhnya, namun cerita berikut mungkin cukup masuk akal.

Pertama ia berpendapat bahwa sebuah lingkaran penuh memiliki 360 tahap yang disebut derajat, alangkah baiknya jika thermometer pun memiliki 360 tahap --- sekalian menyebutnya derajat --- untuk rentang antara temperature air beku dan temperature air mendidih. Akan tetapi 360 akan menyebabkan tiap derajatnya terlalu kecil, maka sebagai ganti ia memilih 180.

Kini mantaplah 1 derajatnya: yakni 1/180 jarak pada tabung antara tanda air membeku dan tanda air mendidih. Selanjutnya ia masih bingung soal angka yang dipakai. Nol dan 180? 180 dan 360? Atau, 32 dan 212? (Bukankah 212-32 = 180?).

Maka, ia memasukan thermometernya kedalam sebuah campuran paling dingin yang dapat dibuatnya----sebuah campuran antara es dan suatu bahan kimia yang disebut ammonium chloride---dan disebutnya temperature itu “nol”.(Dalam hal ini Anda terlalu Arogan, Gabriel! Begitu yakinkah Anda bahwa orang lain tidak akan mampu membuat campuran yang lebih dingin? Soalnya, dua abad kemudian, orang dapat membuat temperature hampir 460 derajat dibawah temperature nol anda.)

Ketika ia mengukur temperature tubuhnya sendiri, termometernya naik sampai sekitar angka 100, tepatnya 98.6. Itulah salah satu kelebihan Gabriel: sebagai manusia ia ingin agar temperature tubuh manusia mencatat angka 100 pada skala thermometer.

Sesudah itu, ia memasukan termometernya kedalam campuran es dan air, dan menemukan bahwa air raksa di dalamnya 32 derajat lebih tinggi daripada temperature nol campuran dinginnya. Maka, itu sebabnya titik beku air menjadi 32 derajat pada skala Fahranheit. Akhirnya, jika temperature air mendidih harus 180 derajat lebih tinggi dari itu, berarti ia mendapatkan angka 32 + 180, atau 212. Sampai disini dulu tentang Gabriel Fahranheit.   
 (Sumber : Buku "Kalo Einstein Lagi Cukuran Ngobrolin Apa  Ya?" Karya : Robert L. Wolke)